Rabu, 28 April 2010

Makalah Proses Morfem Kata

BAB I
PENDAHULUAN


1.1LATAR BELAKANG

Dalam makalah ini akan dibicarakan seluk beluk morfem itu, bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata, yaitu satuan terkecil di dalam sintaksis karena dalam proses morfemis atau proses morfologis akan terlibat juga persoalan fonologi, maka akan dibicarakan juga proses yang di sebut morfofonemik, atau proses mofofonologi atau morfonologi.
1.2MAKSUD DAN TUJUAN
Dengan makalah ini penyusun berharap agar pembaca dapat mengerti seluk beluk morfem,  bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata.
1.3MANFAAT DAN KEGUNAAN
Setelah membaca dan memahami makalah ini, pembaca akan mengerti seluk beluk morfem,  bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1mORFEM
Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis. Konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaum struktural pada awal abad kedua puluh ini.
2.1.1Identitas Morfem
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.
Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal. Misalnya, kata mesjid dilambangkan sebagai {mesjid}, kata kedua dilambangkan menjadi {ke}+{dua}.
2.1.2Morf dan Alomorf
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di sebut alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertukaran) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem itu mempumyai alomorf, entah satu, dua, atau juga enam buah. Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya
2.1.2.1Morfem Bebas dan Morfem terikat
Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertukaran. Yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertukaran. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.
2.1.2.2Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Semua morfem dasar bebas yang dibicarakan pada 5.1.3.1 adalah termasuk morfem utuh, seperti {meja}, {kursi},{kecil},{laut},dan {pensil} begitu juga dengan swebagian morfem terikat, seperti {ter-}, {ber-}, {henti}, dan {juang}. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia, ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu: semua afiks yang di sebut konfiks seperti {ke-/-an},{ber-/-an},{per-/an}dan {pe-/-an}adalah termasuk morfem terbagi.
2.1.2.3Morfem Segmental dan Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fomem segmental seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan{ber}, jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem yang segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi. Dalam bahasa indonesia tampaknya tidak ada morfem suprasegmental ini.
2.1.2.4Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol yaitu morfem salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental) melainkan berupa kekosongan.
2.1.2.5Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Yang dimaksud dengan morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa indonesia, morfem-morfem seperti {kuda},{pergi},{lari},dan {merah} adalah morfem bermakna leksikal oleh karena itu, morfem-morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertukaan.
Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-},{me-},dan {ter}.
Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikatonomi dengan morfem afiks, sebuh morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses reduplikasi,atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem.
Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau dalam proses pembubuhan afiks inflektif. Dalam bahasa Indonesia menangisi bentuk pangkalnya adalah tangisi, dan morfem me- adalah sebuah afiks inflektif.
Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks derivasional.
2.2Kata
Apakah kata itu, bagaimana kaitannya dengan morfem, bagaimana klasifikasinya, serta bagaimana pembentukannya, akan dibicarakan berikut ini.
2.2.1Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, diajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.
2.2.2Klasifikasi Kata
Klasifikasi kata ini dalam sebuah linguistik selalu menjadi salah satu topik yang tidak pernah terlewatkan, sejak zaman aristoteles hingga kini,termasuk juga dalam kajian linguistik Indonesia, persoalannya tidak pernah tertuntaskan. Hal ini terjadi, karena, pertama setiap bahasa mempunyai cirinya masing-masing, dan kedua, karena kriteria yang digunakan untuk membuat klasifikasi kata itu bisa bermacam-macam.
Klasifikasi atau penggolongan kata itu memang perlu. Besar manfaatnya bak secara teoretis dalam studi semantik, maupun secara praktis dalam berlatih keterampilan berbahasa.
Dari pembicaraan kelas kata ini, bisa dikatakan penentuan kata-kata berdasarkan kelas atau galongan memang perlu dilakukan. Namun, kalau sampai kini banyak menimbulkan persoalan, terutama dalam bahasa indonesia, kiranya patokan atau kriterianya itu yang perlu dipikirkan kembali, dicari yang betul-betul memang bisa mengungkapkan ciri yang paling hakiki dari setiap kelas kata itu.
2.2.3Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini.
2.2.3.1Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus di sesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
2.2.3.2Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.

2.3Proses Morfemis
Berikut ini akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, ruduplikasi, komposisi dan juga tentang konversi dan modifikasi intem, kiranya perlu jua dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.
2.3.1Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur, (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks.
1. Bentuk dasar atau dasar adalah bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi.
2. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
2.3.2Reduplikasi
Reduplikasi dalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
2.3.3Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dangan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
2.3.4Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal (sering di sebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Suplesi, dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi. Boleh dikatakan bentuk dasar itu.
2.3.5Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.
Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa indonesia sering kali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik.
2.3.6Produktivitas Proses Morfemis
Produktifitas proses morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi,reduplikasi,dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas, artinya,ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses infektif atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif.
Lain halnya dengan derivasi. Proses derivasi besifat terbuka. Artinya, penutur suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan proses tersebut. Tidak adanya sebuah bentuk yang seharusnya ada di sebut Bloking. Dalam bahasa Indonesia kasus bloking tampaknya tidak sejalan dengan dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia yang ada tanpaknya bukan kasus bloking, melainkan ”persaingan” antara kata derivatif dengan bentuk atau kontruksi frase yang menyatakan bentuk dasar dengan maknanya.

2.4Morfofonemik
Morfofonemik, di sebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubanya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Bidang kajian morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, masalah morfofomemik ini tedapat hampir pada semua bahasa yang mengenal proses-proses morfologis.

BAB III
PENUTUP
3.1KESIMPULAN
Dari Semua anlisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di sebut alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertukaran) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem itu mempumyai alomorf, entah satu, dua, atau juga enam buah. Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya
untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal.
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus di sesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubanya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Bidang kajian morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi

0 komentar:

Posting Komentar

Sedikit luangkan waktu untuk berkomentar. Terima kasih.