TATA BENTUKAN BAHASA INDONESIA
Gejala baru dalam tata bentukan
Setiap bahasa mempunyai kaidah (aturan), mempunyai sistem. Bahkan adakalanya dikatakan bahwa bahasa adalah sistem, yaitu sistem lambang, yang bersifat manasuka atau arbitrer. Mengenai hal ini telah banyak dibicarakan dalam buku ilmu bahasa. Yang kita perlukan disini: “Apakah sistem itu”?
Sistem adalah ketentuan atau ketetapan wujud dalam peristiwa-peristiwa bahasa. Sekarang timbul pertanyaan, sampai dimanakah ketetapan wujud itu dapat bertahan? Wujud yang manakah yang dianggap wujud yang baku? Kedua pertanyaan ini perlu diperhatikan.
Ketetapan wujud itu terdapat dalam berbagai bentuk ketatabahasaan, diantaranya pada struktur kata, struktur kalimat, dan tata bentukan.
Ketetapan wujud pada struktur kata, misalnya: kata makan telah memiliki bentuk yang tetap. Fonem-fonemnya tidak dapat diubah-ubah urutannya, menjadi: amnak, kanam, nakam, dan sebagainya, karena akan melanggar sistem dan tidak dapat dipahami dan komunikasi. Jdai, kata makan telah memiliki bentuk yang tetap. Begitu pula kata-kata: sepeda, jalan, tidur, bangun, dan sebagainya. Tetapi tidak mustahil dahulu bentuknya tidak begitu. Sebaliknya ada juga kemungkinan sekian ratus tahun yang akan datang kata tersebut akan berubah bentuknya.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa kata di (preposisi, kata depan) dan morfem di- (prefiks) memiliki bentuk yang sama, tetapi mempunyai fungsi yang berbeda, karena sejarah asalnya tidak sama. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa: kata di (preposisi) berasal bahasa Kawi ri (juga bahasa Batak), sedangkan ri berasal dari re (bahasa Munda) yang berfungsi preposisi seperti sekarang.
Prefiks di- berasal dari bahasa Kawi (juga bahasa Melayu Kuno): ni. Unsur ni ini ada hubungannya dengan sisipan -ini- yang sama artinya dengan di- (Slametmuljana, 1964: 75 dan 114).
Ketetapan wujud dalam struktur kalimat, perhatikanlah kalimat: Ahmad sedang makan di rumah.
Kalimat ini terdiri dari tiga kelompok, yaitu: ahmad, sedang makan, di rumah. Perpindahan urutannya (permutasi) dapat terjadi sepanjang tidak mengubah susunan kelompok (gatra), atau tidak bertetangan dengan sistem yang berlaku. Misalnya menjadi ;
Sedang makan / Ahmad / di rumah.
Sedang makan / di rumah / Ahmad.
Di rumah / Ahmad / sedang makan.
Di rumah / sedang makan / Ahmad.
Tetapi tidak mungkin terjadi :
Makan sedang Ahmad rumah di.
Jadi, terlihat juga adanya sistem di dalam struktur kalimat bahasa Indonesia.
Yang akan kita tinjau sekarang adalah mengenai ketetapan wujud di dalam pembentukan kata, dalam wujud kata bentukan. Adanya afiks yang produktif dan yang tidak produktif. Karena di dalam bahasa Indonesia tidak semua afiks digunakan secara efektif. Yang produktif, dalam arti yang dapat digunakan untuk membuat bentukan-bentukan secara teratur, tidaklah banyak; seperti:
1. reduplikasi : mata-mata
2. ber- : berjalan
3. ber-an : berjauhan
4. me – (m, n, ng, ny) : melawat, membeli, menjadi, mengganti, menyapu.
5. me (m, n, ng) – i : melebihi, membanjiri, mendatangi, mengungguli.
6. me (m, n, ng) – kan : melakukan, membandingkan, menjajakan, menggelikan.
7. memper – (kan) : memperlebar, mempertinggi, memperkenankan.
8. se- : seputih, sejajar, selaras.
9. ter- : terhebat, terbesar.
10. -an : harian, harapan, makanan.
11. per (m, n, ng) : perantaraan, permainan, pembelaan, penjagaan, penggalian.
12. pe (m, n, ng) : pelengkap, pembantu, penjudi, pengganggu.
13. ke – an : kekerasan, keheranan.
Oleh karena jumlah afiks begitu sedikit, sedangkan pemakaiannya begitu banyak, maka akibatnya alat-alat pembentuk kata itu memiliki lebih dari satu ventilasi. Jadi bersifat ambivalen.
Misalnya :
1. Substantif : Ia penyayang binatang.
Ajektif : Tuhan Maha Penyayang.
2. Substantif : kebesaran jiwa.
Verbum : Saya tadi kehujanan.
3. Ajektif : bajunya berdarah.
Verbum : Ia berbaju.
Dari contoh-contoh di atas nyatalah bahwa bentukan-bentukan dengan afiks yang sama dapat dimasukkan ke dalam pelbagai jenis kata. Kenyataan ini menyebabkan bahwa semua bentuk kata memiliki kemungkinan untuk menempati lebih dari satu fungsi dalam kalimat, atau dengan kata lain memiliki labih dari satu valensi (Wojowasito, 1970 : 59-62).
Gejala baru dalam pembicaraan ini tidak mungkin dibatasi secara ketat, karena proses perkembangan bahasa sangat kompleks. Di dalamnya terlihat berbagai aspek, seperti misalnya masuknya konsep-konsep baru dalam ilmu pengetahuan, yang mempunyai implikasi perlunya dicari/diciptakan istilahistilah atau bentukan kata-kata baru yang mewadahinya.
Kenyataan itu tidak bisa dihindarkan sebab bahasa berkembang sejajar dengan perkembangan masyarakatnya. Masyarakat Indonesia mengalami perkembangan yang demikian pesat, terutama pada akhir-akhir ini, baik dibidang penemuan-penemuan baru, maupun dalam bidang ilmu dan teknologi. Di antara gejala-gejala baru itu adalah :
(1)Prefiks pasif + prefiks aktif + bentuk dasar + (sufiks)
Perhatikan contoh kalimat di bawah ini:
para penumpang harap segera naik, kereta api akan segera diberangkatkan.
Keberhasilan suatu program harus diukur berdasarkan komponen-komponennya.
Persoalan itu tidak perlu dirisaukan, tetapi cukup dimengerti saja.
Kata-kata: diberangkatkan, keberhasilan, dan dimengerti sering dipersoalkan orang. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju. Yang tidak setuju menyatakan berkeberatan, karena dua prefiks yang pada hakekatnya bertentangan (yang satu pasif, dan yang lain aktif) itu tidak dapat digunakan bersama-sama.
Ada yang berpendapat supaya dimengerti diganti dengan dipahami. Tetapi kata mengerti dan paham mempunyai gradasi pengertian yang tidak sama. Kalau konsep yang diinginkan itu memang mengerti, kita harus melihatnya dengan cara lain. Apakah bentuk dasar mengerti? Kita tidak dapat menjawabnya dari: erti: sebab kata erti tidak dipakai lagi dalam bahasa Indonesia; yang dipakai: arti. Karena itu bentuk dasar bukanlah erti, melainkan: mengerti, yang disebut dengan istilah bantuk dasar sekunder. Maka seharusnya pandangan kita begini :
Sekarang gantilah X itu dengan kata mengerti, maka terjadilah bentukan dimengerti.
Demikian pula dengan : diberangkatkan, kita lihat sebagai berikut :
Seperti di atas X itu diganti dengan kata berangkat, maka terjadilah bentuk diberangkatkan. Bentukan tersebut tidak hanya dapat, tetapi harus ditermia, sebab artinya akan lain bila dikatakan:
- Kereta api akan segera diangkatkan.
Memang dahulu kata angkat berarti berangkat (pergi) seperti yang masih terpakai dalam bahasa Sunda:
- Bade angkat ke mana, Agan ?
‘Mau berangkat ke mana, tuan ?
Begitu pula bentuk keberhasilan, kita lihat seperti tadi dengan bentuk dasar berhasil, lalu memperoleh ke-an menjadi keberhasilan. Maka atas dasar inilah terbentuk pula bentuk-bentuk seperti: keberuntungan, kebersamaan, kebermaknaan, dan sebagainya.
(2)Konfiks ke –an dan ter--
Sejajar dengan bentukan di atas muncullah kombinasi konfiks ke-an dan ter-;misalnya pada :
-Kita harus bekerja keras untuk menghapus keterbelakangan kita.
-Ketersediaan sarana dan prasarana harus dipenuhi apakah suatu program ingin berhasil baik.
-Kita harus berusaha meniadakan keterasingan para siswa dari lingkungan-nya.
-Paket Belajar untuk SPG dinilai pula ketercapaiaannya di Lembaga tersebut.
Kata-kata di atas : ketrbelakangan, ketersediaan, keterasingan, dan ketercapaian; sama halnya dengan pada butir (1) di atas, maka pangkal bentuk-bentuk itu adalah: terbelakang, tersediaan, terasing, dan tercapai. Jadi baentukanbentukan tersebut dapat dipandang srbagai bentukan ke-an, seperti :
Besar
Adil
indah
X
(3)Kombinasi me (N)-dan ber-
Ada lagi data yang unik sekali, yaitu kombinasi me(N)- dan ber- yang jarang terjadi, seperti pada :
Mendidik pada hakekatnya adalah usaha membelajarkan siswa.
Maksudnya mendidik itu merupakan usaha untuk membuat siswa dapat belajar sendiri. Jadi siswa harus aktif, bukan lagi sebagai objek didik, sesuai dengan prinsip CBSA (Cra Belajar SISWA Aktif). Karena diperlukan cara yang lebih singkat, tetapi cukup efektif untuk menjelaskan konsep tersebut maka timbullah bentukan yang unik itu : membelajarkan.
Contoh lain yang sejajar dengan itu ialah :
Pemerintah memberlakukan peraturan itu sejak tahun ini.
Bentuk memberlakukan secara konsep sesuai dengan yang dimaksud, yaitu membuat peraturan itu berlaku. Walaupun sebenarnya masih ada cara lain untuk menyatakan dan cara itu tidak terlalu jauh dari konsepnya yaitu :
-Pemerintah meyatakan berlaku peraturan itu sejak tahun ini.
-Pemerintah menyatakan peraturan itu berlaku sejak tahun ini.
(4)Di dalam bahasa indonesia sekarang banyak digunakan kata : data-data, misalnya :
-Data-data yang telah terkumpul akan diseleksi, kemudian dikelompok- kelompokkan, dianalisis, lalu disimpulkan.
Kata Data berasal dari bahasa Latin yang menunjukkan bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya: datum. Yang kita pungut hanyalah bentuk data, sedangkan bentuk datum tidak. Itulah sebabnya timbul kecenderungan untuk memperlakukan data sebagai bentuk tunggal (bahasa indonesia tidak mengenal bentuk jamak), sehingga arti jamaknya dinyatakan dengan mengulang kata itu.
Contoh lain ialah kata fakta, yang di dalam bahasa Latinnya menyatakan jamak; sedangkan bentuk tunggalnya adalah faktum tidak kita pungut. Itulah sebabnya dalam pemakaian bahasa Indonesia terdapat pengulangan kata itu menjadi : fakta-fakta.
Lain hyalnya dengan kata yang dipungut dari bahasa Arab seperti :
- unsur (bentuk tunggal) - anasir (bentuk jamak)
- ruh (bentuk tunggal) - arwah (bentuk jamak)
Karena kedua-duanya dipungut ke dalam bahasa Indonesia dan tidak mengalami pergeseran arti, maka pemakaian bentuk anasr-anasir tidak dibenarkan, seharusnya yang dipakai adalah : unsur-unsur.
0 komentar:
Posting Komentar
Sedikit luangkan waktu untuk berkomentar. Terima kasih.