Hakikat Prosa
Fiksi
Prosa yang sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan :
karya naratif yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguh - sungguh
terjadi di dunia nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat
imajiner. Hal ini berbeda dengan karya nonfiksi. Dalam nonfiksi tokoh,
peristiwa, dan latar bersifat faktual atau dapat dibuktikan di dunia
nyata, Abrams ( Nurgiyantoro, 1994 : 2).
Dengan demikian, karya fiksi, adalah suatu karya yang menceritakan
sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, serta hal yang tidak terjadi sunguh –
sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Ada
tidaknya, atau dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya
dibuktikan secara empiris, inilah antara lain yang membedakan karya fiksi
dengan karya nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif,
sedangkan karya nonfiksi bersifat faktual (Nurgiantoro, 1994 : 2).
Karya Fiksi dapat diartikan sebagai
cerita rekaan, akan tetapi, pada kenyataannya karya yang tidak mengandung unsur
rekaan pun disebut sebagai karya fiksi. Dewasa ini tampaknya penyebutan untuk
karya fiksi lebih ditujukan terhadap karya yang berbentuk prosa naratif (atau
biasa juga disebut teks naratif). Karya – karya lain yang penulisannya tidak
berbentuk prosa, misalnya berupa dialog seperti dalam drama atau sandiwara,
termasuk skenario untuk film, juga puisi – puisi drama (drama puisi) dan puisi
– puisi balada, pada umumnya tidak disebut sebagai karya fiksi. Bentuk – bentuk
karya itu dipandang sebagai genre yang berbeda. Walau demikian sebenarnya kita
tidak dapat menyangkal bahwa karya – karya itu juga mengandung unsur rekaan.
Dalam penulisan ini istilah dan
pengertian fiksi sengaja dibatasi pada karya yang berbentuk prosa, prosa
naratif, atau teks naratif (narrative text). Karya fiksi, seperti halnya
dalam kesastraan Inggris dan Amerika, menunjuk pada karya yang berwujud novel
dan cerita pendek. Novel dan cerita pendek (juga dengan roman) sering dibedakan
orang, walaupun tentu saja hal itu lebih bersifat teoritis. Disamping itu,
orang juga membedakan antara novel
serius dengan novel populer yang
bersifat teoritis dan tentatif. Hasil pembedaan itu seperti mudah diduga
sebelumnya, tentulah tidak semua orang mau menerimanya (Nurgiyantoro, 1994 : 8
- 9) .
Tinjauan Pustaka
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Pers